***
Suatu ketika orang-orang di Gotiyai, baik laki-laki maupun perempuan, pergi menghadiri pesta makan daging babi (yuwo) di tempat yang jauh. Semua orang pergi, kecuali anak-anak kecil dan seorang ibu hamil. Mereka ini tidak boleh bepergian dan hanya tinggal di rumah.
Kampung Gotiyai tentu sepi karena ditinggal hampir semua penduduknya yang sudah dewasa. Ada seorang bocah yang menangis terus dari pagi sampai malam.
Suara tangisan bocah kecil itu sampai ke telinga setan yang mendiami Gunung Deiyai. Sebuah gunung yang terletak di sebelah utara tempat tinggal anak itu.
Entah kenapa, kemudian setan itu membawa sebuah noken besar lalu menuju ke arah datangnya tangisan anak itu. Setan itu berjalan sampai di tepi danau Tigi dekat Gakokebo. Setan itu naik perahu dan berdayung ke arah selatan yaitu ke tempat anak itu menangis. Sesudah tiba di tepi danau bagian selatan, maka perahu disandarkan ke tepi danau kemudian setan itu pun pergi ke tempat anak itu menangis. Setan itu membuka pintu lalu perempuan hamil itu diambil dan dimasukkan ke dalam noken disusuli anak-anak satu persatu dan yang paling terakhir anak menangis tersebut.
Selanjutnya setan itu memikul ibu hamil dan anak-anak kecil itu ke arah danau. Noken yang dipikulnya amat besar dan berat. Pada saat berjalan kira-kira 1 Km dari perkampungan, setan itu terjatuh karena licin. Ketika itu anak menangis terlepas dari noken besar lalu terkait pada duri rotan. Hal ini tidak diketahui oleh setan itu. Setan itu hanya sibuk memikul yang lain hingga ke gunung Deiyai. Anak yang lolos dan dalam noken ini pulang ke rumahnya. Tepat disana ia bertemu dengan orang tuanya yang sedang pulang dari pesta Yuwo (pesta Babi). Semua yang terjadi ia menceritakan kepada penduduk di kampung itu.
Masyarakat heran dan sedih, tetapi juga terharu. Selanjutnya keturunan dari anak yang terkait pada duri rotan itu dinamakan "Dogopia" yang sampai sekarang ada marga tersebut.
Dogo = duri, pia = kayu. Dogopia berarti yang lolos dan duri pohon. Pohon yang dimaksud disini adalah rotan yang berduri.